Menyambut Hari Nelayan Nasional 6 April 2013

Gaung Hari Nelayan setiap 6 April masih terdengar senyap, sesunyi perhatian negara terhadap nasib kaum nelayan. Sekian kalinya Hari Nelayan Nasional diperingati setiap tahun, selama itu pula nasib nelayan tak beranjak membaik.

Aksi Menyambut Hari Nelayan

sumber daya laut yang melimpah namun nasib nelayan kita belum sepenuhnya sejahtera" hanya sepenggal kalimat yang membuat puluhan mahasiswa dari Senat Mahasiswa Kelautan Universitas Hasanuddin turun ke jalan melakukan aksi unjuk rasa di bawah terik matahari depan pintu I Kampus Unhas.

In Memoriam Recky Gloria Randabunga

Hampir seluruh mahasiswa Kelautan Universitas Hasanuddin berpakaian hitam ke kampus Jumat 12 April 2013. tepat 1 tahun kepergian saudara kami "Recky Gloria Randabunga". .

Bermula di hampir 'NOL'

Perjalanan kelembagaan dalam kesehariannya adalah sebuah bentuk siklus tanggung jawab yang terus berputar dari awal sampai akhir dan kembali lagi ke alwal yang tentunya berdasarkan amanah konstitusi.

Cukur Bawah Laut Pertama di Indonesia

Minggu 13 januari 2013 tepatnya di perairan tanjung Bira kabupaten Bulukumba, Senat mahasiswa kelautan Universitas Hasanuddin bekerja sama Anda dive center, PNPM Parawisata Desa bira dan Marine Science diving Club Universitas Hasanuddin melaksanakan kegiatan unik yang tidak pernah dilaksankan di Indonesia.

Thursday 24 April 2014

Petualangan di Pulau Badi

Oleh : Ida Rachmaniar Ramli (Mahasiswa K
elautan Angkatan 2013)


Cerita perjalanan dimulai pada tanggal 15 maret jam 08.20 tepat di hari sabtu,mobil angkutan menjadi kendaraan pertama untuk kita berkunjung dipulau badi,padatnya berang dan orang-orang di mobil  tidak menjadi alasan untuk mundur dalam perjalanan indah ini,karena yakin akan terbayar setelah berada di tempat tujuan.

Pelabuhan menjadi awal perjalanan ini untuk memanjakan mata,laut biru dan deretan kapal menjadi objek yang indah di tempat tersebut,pada pukul  11.00 perjalanan menggunakan kapalpun dimulai,bisingnya suara kapal   mulai memeriahkan perjalanan kami,dan birunya laut mulai memanjakan mata bahkan pulau indah ditengah  lautan menyempurnakan indahnya perjalanan kami.

Selang bebarapa jam kemudian tepat pukul 12.20 pulau badi menyambutku dengan indahnya lautan dan kesederhanaan tempat bahkan keramahan masyarakat didalamnya menjawab janji yang lama ku nanti,perasaan lega pun mulai terasa kita mulai dari mengumpulkan barang di suatu rumah kemudian kita diberi pengarahan tentang penyelaman mulai dari tabung hingga wetsuit sambil memakan kue dan meminum secangkir teh.

Ketika hari semakin sore kitapun dibolehkan untuk menikmati indahnya dalam lautan yang kemudian disitulah awal pertama aku menggunakan alat dasar dan menikmati indahnya lautan bawah laut.

Awalnya saya masih takut untuk melakukan first dive bahkan saking takutnya,saya menggunakan pelampung dan fins,fikir tidak kayak orang gila kan ? tapi ya sudahlah saya cari aman sajalah.

Perjalanan dalam lautanpun saya mulai dengan dibimbing oleh kak nizar,dengan kesabaranya karena kebodohanku dia berhasil membuatku untuk bisa nyaman dan menikmati lautan,tak lama kemudian perlahan pelampungpun saya buka tetapi masih takut untuk jauh dari kak nizar jadi mintanya  ditemani mulu,eits ini bukan modus tapi ini beneran saya takut  jadi yah mintanya ditemenin mulu.hahahaha.

Ok kita lanjut dalam penyelamanku,saya menemukan beberapa terumbu karang yang indah dan yah boleh dibilang hanya bebebrapa meter dari kedalaman bawah laut,kemudian untuk ikan  saya melihat beberapa gerombolan ikan bahkan ikan yang berwarna warnipun saya jumpai meski nyelamnya gak pakai alat selam lengkap hanya alat selam dasar saja,tapi tetap lautnya gak bikin kecewa.

Foto underwater inilah caraku untuk mengabadikan moment indah ini,berpose dibawah laut seakan sudah profesional padahal masih first yah masih labil begitu,oh iyah tau gak kalo saya ternyata ngak tau nyelam kebawah or bisa dibilang saya bisanya ngapung doang ,padahal pengen banget berpose di dalamnya lautan so..,sang penyelamatpun kembali membantu,alay begitu julukanya ,weits kita sebut nama sajalah kak nizar lagi, dengan bantuanya akupun bisa untuk menyelam kebawah laut untuk berpose dalam lautan yang dalam.

Setelah azhar sekitar suasana maghrib waktu untuk move on dari lautpun dilakukan,kaki beranjak di putihnya pasir laut dan saya dan reni pun mulai membersihkan diri bersama,antrian untuk mandipun dimulai dan setelah maghrib saya dan reni telah membersihkan diri dari asinya air laut.

Petikan gitar dan api unggun dimalam itu seakan memanggil untuk bersenang-senang ditambah lagi tempatnya pas depan laut,weits ramai nan romatis,cihuyy,bernyanyi bersama kita mulai hingga lupa waktu, perlahan kemudian orang-orang disekitar api unggunpun mulai beranjak pergi dan meninggalkan api unggun tesebut termaksud saya,reni,kak takbir,kak aswin dan kak nizar tapi tetap dekat pantai bercerita bersama,hingga perlahan dari merekapun pergi juga dan menyisahkan saya dan kak nizar saja dibawah pohon depan laut dan kapal.

Lanjut cerita,saya dan kak nizarpun bercerita,dimulai  tentang kisah klasik,eits makudnya masa lalu kita masing-masing,persahabatan,orang tua bahkan perdebatan agama,yah sekedar cerita saja,ketika topik pembahasan telah habis dilanjutkan dengan kursus gitar,kak nizar ngajarin main gitar dan terkadang bernyanyi berasama,romatis bukan ? hahaha,tdk romatis amat sih abis datangnya pemeran yang numpang lewat seperti kak cikal sepertinya mengancurkan suasana romatisnya,hahhaa peace #just for laught.

Sekitar pukul 3pun aku nyerah untuk tidak bermimpi,jadi ku putuskan masuk kekamar dan kemudian tidur,hingga mentaripun menyambut kesibukan kakak senior dan teman-temanpun mulai menghancurkan liburanku,karena aku tau packing artinya pergi dari tempat indah ini,weits sedihnya,waktu berjalan hingga pukul 07.30 tiba,kapal di dermaga menjemput dan membuat saya semakin jauh dari keindahan pulau badi.

Seperti saat berangkat saat pulangpun aku tidur lagi meski bising mencoba untuk merusak mimpiku,tapi saya tetap untuk menciptakan mimpiku dan sayapun tertidur hingga tak terasa sayapun kembali menginjakkan kaki di pelabuhan makassar dan selang bebeapa lama kemudian kita pulang memakai mobil anngkot hingga sampai dikampus dan sesampainya dirumah tepar.


Friday 4 April 2014

Hari Nelayan : Kesejahteraan, pendidikan dan Kesehatan

Oleh ;Tanti laponia @tantiknya  (Keluarga Mahasiswa Kelautan Angkatan 2011)

Hari Nelayan Nasional kerap diperingati pada 6 April. Seakan membuka lembaran demi lembaran persoalan yang melilit nelaya Indonesia pada umumnya.  Hasil tangkapan melimpah ruah, jumlah ikan di lauta takkan habis hingga anak cucu, namun masalah kemiskinan hingga saat ini belum beranjak dari kehidupan nelayan kita. Menurut data BPS (2000), nelayan dan masyarakat pesisir termasuk dalam kelompok masyarakat termiskin di tanah air.

Sangat ironi nasib kesejahteraan nelayan. Berhari-hari menerjag ganasnya ombak denagan taruhan nyawa, kerja keras mereka seakan tidak tertandingi. Berangkat malam pulang pagi atau sebaliknya. Namun, kondisi dan kualitas hidup mereka tak beranjkak lebih baik. Sumber daya alam yang dimiliki Indonesia seakan tidak berarti seiring masih rendahnya tingkat kesejahteraan hidup. Padahal kelestarian sumberdaya alam terletak di tangan mereka karena sebagai aktor utama dalam pengelolaannya. Indonesia membutuhkan sumberdaya manusia berkompetensi dalam memanfaatkan potensi seperti potensi produksi lestari sekitar 6,4 juta ton/tahun, potensi budidaya laut sebesar 45 juta ton/tahun serta potensi perikanan dan bioteknologi keluatan yang mencapai US$ 100 miliar setiap tahunnya.

Rendahnya tingkat kesejahteraan, pendidikan rendah dan kesehatan yang terabaikan menjadi persoalan klasik yang mendera nelayan hingga hari ini.

Kesejahteraan

Kemiskinan yang menjerat nelayan bagaikan lingkaran setan yang tak pernah putus. Pada saat musim panen nelayan berpendapatan besar sedangkan saat musim paceklik nelayan tidak memperoleh pendapatan sama sekali. Ekonomi lemah yang dirasakan nelayan sebagai akibat adanya indikasi overfishing, rusaknya ekosistem pesisir dan laut serta ketidakberpihakan kebijakan pemerintah terhadap nelayan. Adanya tengkulak yang memonopoli pemasaran hasil tangkapan membuat nelayan tidak mampu mengembangkan usahanya akibat sudah terlanjur bergantung dari segi permodalan dan pemasaran. Kondisi nelayan Indonesia memang jauh dari kata sejahtera. Lihat saja, kawasan pemukiman nelayan yang terkesan kumuh. Jika kesejahteraan nelayan cukup tinggi, kawasan pesisir bukanlah menjadi kawasan yang identik dengan kekumuhan dan kemiskinan. Selain itu rendahnya tingkat pengetahuan membuat rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan. Kondisi ini diperparah lagi dengan tidak adanya perencanaan pengelolaan keuangan yang baik, tidak adanya motivasi untuk memperbaiki nasib, terbatasnya wawasan meningkatkan taraf hidup mereka sendiri. Rendahnya kesejahteraan masyarakat nelayan yang hampir sebagian besar berada dalam zona merah atau masyarakat termiskin di tanah air, akan mengakibatkan generasi penerus yang lemah, kurang cerdas dan tidak produktif. Untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, pemerintah harus memberikan bantuan modal, pembangunan infrastruktur pelabuhan perikanan, sarana kerja yang memadai, dan berbagai kegiatan untuk peningkatan pendapatan seperti penyuluhan, pendidikan dan pelatihan.

Pendidikan rendah                                

Nelayan yang miskin pada umumnya belum tersentuh teknologi modern, kualiatas sumber daya manusia rendah dan tingkat produktivitas hasil tangkapannya juga sangat rendah. Untuk mengatasi rendahnya tingkat pendidikan yang berdampak pada kualitas SDM yang kompeten melalui kegiatan pembinaan dan penyuluhan yang tepat sasaran sehingga apa yang disuluhkan bermanfaat dan bisa diaplikasikan yang hasilnya berdampak langsung bagi kesejahteraan nelayan. Pentingnya pengetahuan seperti mulai dari pascapanen hingga pengolahan hasil perikanan juga menjadi usaha sampingan salain melaut sehingga meningkatkan kemampuan nelayan.

Kesehatan

Hingga saat ini masalah kesehatan yang ada pada masyarakat pesisir seperti diabaikan oleh pemerintah sehingga banyak masyarakat pesisir jika terjangkit penyakit dan harus berobat ke rumah sakit pusat di kota tersebut dan itupun membutuhkan biaya yang banyak.

Mempertimbangkan betapa pentingnya sektor perikanan bagi pembangunan Indonesia secara menyeluruh sehingga dengan momentum peringatan Hari Nelayan Nasional ini, perlu upaya dari berbagai pihak dan pemerintah bersatu padu dalam memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi nelayan. Agar terbebas dari jerat ketertinggalan.


Thursday 2 January 2014

KELAS BAHASA INGGRIS

Terlepas dari masalah kelembagaan yang terjadi pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas, sekitar 30 mahasiswa kelautan mengadakan kelas bahasa inggris dan diskusi  bersama di pelataran Senat Mahasiswa Ilmu Kelautan Unhas pada kamis sore 19/12/2013. Dibawakan langsung oleh salah satu alumnus kelautan, Wawan Mangile angkatan 2003, peserta diskusi duduk tenang tapi santai menyimak pembicaraan pemateri.


Dibuka dengan memotivasi adik-adik mahasiwa kelautan, Wawan, mengajak untuk terus semangat dalam mencari ilmu pengetahuan, baik dengan formalitas kuliah maupun dengan cara berkomunikasi atau dengan bergaul. Terlepas dari pokok bahasan belajar berbahasa inggris, Wawan menggambarkan beberapa kondisi kelautan di luar negeri yang harusnya memotivasi kita untuk terus ingin mencari ilmu pengetahuan, khususnya terkait ilmu kelautan. Peserta diskusi juga begitu aktif dalam sharing bersama tentang pentingnya berbahasa inggris. Wawan memberi 3 poin penting dalam sharing dan diskusi ini, yakni dengan menekankan ekspektasi atau harapan untuk masa depan, spesifikkan keilmuan kita, dan kemudian seberapa besar passion kita untuk harapan tadi menjadi nyata.

Belajar Bersama Bahasa Inggris ini tidak hanya dilakukan sekali melainkan rutin setiap 3 kali seminggu, yang difasilitasi oleh Baso Hamdani, mahasiswa kelautan angkatan 2008 yang juga mantan ketua KORPALA unhas periode 2011-2012. Dengan pengalaman yang telah beberapa kali keluar negeri, Baso mengajak kita agar tidak hanya belajar di dalam negeri saja tapi ilmu pengetahuan dari luar negeri dapat menjadi sesuatu bermanfaat untuk kita dan negara kita. Dan bahasa inggris inilah salah satu media penting  untuk kita dapat berinteraksi dengan masyarakat di luar negeri dalam mencari ilmu pengetahuan. Beliau juga menyarankan, bahwa bahasa inggris jangan dijadikan sesuatu yang menjadikan kita lupa dengan bahasa kita sendiri, yakni bahasa indonesia dan juga bahasa daerah. Selain kelas bahasa inggris, akan ada juga diskusi lain yang juga spesifik seperti diskusi mangrove, diskusi karang, ikan, lamun, dan banyak lainnya.

Wednesday 9 October 2013

Senat dan angka 22


Angka itu sering terselip di antara kata Ombak, Kla atau bahkan Kelautan. Mulanya saya tak ambil pusing, namun seiring berjalannya waktu dan dinamika di tubuh Kema Kelautan, kebenaran itu pun datang. Status Kema (keluarga mahasiswa) sungguh menjadi hal yang sakral, itu kata senior-seniorku terdahulu. Tak hanya di Kelautan, bahkan di semua Jurusan/Fakultas di Unhas. Proses menuju ke sana pun didekorasi sedemikian rupa. Bak ekstrakurikuler, mahasiswa baru pun mesti berbagi waktu kuliah atau meninggalkannya sama sekali.

Di sela diskusi sore nan melelahkan atau bahkan pada acara pengenalan lembaga, makna angka tersebut akhirnya terungkap. Di benak beberapa kawan senasib, sepenanggungan & seangkatan mungkin menjadi sebuah pemuas dahaga akan tanya selama ini. Walau ada juga yang tak pernah pusing & hanya berpikir kapan saya akan pulang ke kost. Menceritakan sebuah sejarah memang mengasikkan, apalagi ke pada mahasiswa baru. Dengan semangat 45, para senior seakan tahu cara menyampaikannya. Dulu kami begini, dulu kami begitu, ujarnya sambil berapi-api. Saat itu sekitar tahun 2009-2010.

5 Oktober 2013 menjadi tonggak permainan angka tersebut. SEMA Kelautan UH yang lahir pada 5 Oktober 1991 ber-22 tahun pada Sabtu kemarin. Sungguh sebuah hal yang sangat membanggakan ketika menjadi saksi hidup peringatan tersebut, apalagi mendapatkan pengantar jauh sebelumnya (3-4 tahun lalu). Lalu ada apa dengan angka 22 tersebut.

Jurusan, bahkan ada yang mengatakan Prodi Ilmu & teknologi Kelautan mendapat “nomor punggung” 22 oleh pihak kampus. Dalam hal ini menjadi yang ke-22 dalam hal pembentukannya. Bahkan identitas itu tertuang dalam nomor induk mahasiswa kelautan. Walau sekarang telah menggunakan kode huruf “L” di depan angka. Mesti begitu, penghargaan akan dua angka tersebut masih ada & insya Allah akan tetap ada. Coba saja rasakan satu setnya anak kelautan. Set atau hukuman berupa push up selalu berkelipatan 22. Kan lumayan kalau dapat 5 set sekaligus.

Di umur yang telah memasuki kategori dewasa ini, goncangan ombak masih tetap ada seperti dahulu kala.  Kepentingan demi kepentingan dari luar bahkan oknum internal sendiri seakan tak malu lagi menunjukkan boroknya. Pertarungan jabatan hingga sentimen pribadi nan menjijikkan tetap jadi santapan yang tersaji hampir tiap hari. Dan sampai sekarang saya sendiri masih bingung mengapa ada orang/kelompok atau institusi yang selalu sakit gigi terhadap eksistensi & esensi kami. Biarlah kami tetap berprinsip bahwa dari, oleh dan untuk mahasiswa, itulah lembaga kemahasiswaan.

Ink


Friday 23 August 2013

BAJUBI DI NUSA UTARA INDONESIA

oleh : Hastuti (Mahasiswa Kelautan Angkatan 2010)


Dari Miangas ke Pulau Rote..
Isitlah itu pasti sering kita dengar. Di Belahan Utara Indonesia, ada Kepulauan Sangihe dan Talaud yang sekarang digagas untuk menjadi provinsi baru yaitu Provinsi Nusa Utara. Salah satu pulau terdepan yang berbatasan dengan Philipnia dari kepulauan ini yaitu Pulau Miangas, ternyata menyimpan banyak keunikan-keunikan yang mungkin belum pernah kita dengar.

Kalau di Makassar ada penyelam teripang, di Miangas pun ada. Bedanya, di Pulau Miangas dikenal dengan Bajubi. Disebut bajubi karena bahasa Miangas tembak adalah jubi. Jadi, kalau menangkap ikan dengan menggunakan jubi maka disebut bajubi.

Bajubi di Pulau Miangas dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan kompresor dan tanpa kompresor. Kompresor yang digunakan sama dengan kompresor yang biasa dipakai di bengkel.  Sebelum digunakan, kompresor dicuci dengan sprite kemudian diberi pelumas dari boka (minyak kelapa). Minyak kelapa ini merupakan pengganti oli karena minyak kelapa lebih kurang pengaruhnya dalam tubuh dibandingkan dengan oli.

Alat lain yang digunakan dalam bajubi yaitu tembak(jubi), masker/kacamata renang, fins, dan senter. Jubi di Pulau Miangas sama dengan tembak ikan pada umumnya, hanya saja jubi dibuat sendiri menggunakan kayu. Masker yang digunakan juga sama dengan masker menyelam dan kacamata renang dibuat sendiri dari kayu. Fins (kaki katak) yang digunakan untuk bajubi di P. Miangas berbeda dengan fins yang biasa kita lihat, bisa dikatakan fins di Pulau  Miangas “Unik” (gambar 1 sebelah kanan). Fins yang digunakan terbuat dari tripleks dan pengait kakinya terbuat dari ban bekas. Tapi jangan salah, kedalaman 15meter dapat dicapai hanya dengan empat kali kayuhan. Senter yang digunakan juga sama dengan senter biasanya.
Pak Piter (kiri) memegang jubi, Pak Kamorahan Hama (tengah) memegang jubi dan senter, saya (kanan) memegang fins
            Bajubi dengan menggunakan kompresor biasanya dilakukan minimal empat orang. Dua orang menunggu di perahu, salah satunya memegang selang dan dua orang yang menyelam. Selang tersebut sebagai pengganti regulator dan orang yang menyelam tidak menggunakan mouthfis tetapi menggigit selang tersebut.

            Teknik yang digunakan dalam bajubi saat menyelam yaitu turun secara vertikal dan setiap kedalaman lima meter berhenti kemudian merayap beberapa meter kemudian turun lagi lima meter dan merayap, begitu seterusnya. Teknik ini digunakan untuk melakukan adaptasi tubuh dan equalisasi. Untuk menghindari efek-efek dari menyelam, setelah bajubi biasanya langsung mendekati api.

            Lokasi bajubi di Pulau Miangas berlawanan dengan arah mata angin. Jika arah mata angin dari selatan maka bajubi dilakukan di bagian utara pulau, begitupun sebaliknya. Hasil tangkapan dari bajubi ini berupa ikan, lobster, dan biasa juga menangkap teripang.
Bapak Kamorahan Hama (kanan) dan Bapak Piter(kiri)
Bajubi di Pulau Miangas sudah dilakukan selama bertahun-tahun. Bapak Kamorahan Hama (kanan) adalah ahli bajubi di Pulau Miangas. Bajubi sudah dilakukannya selama lebih dari sepuluh tahun. Selain di Miangas, Pak Kamorahan pernah melakukan bajubi di Kota Bitung (Sulut) selama lima tahun.

Bapak yang biasa disapa Papa Hama ini mampu menyelam tanpa tabung hingga kedalaman 15meter selama lima menit dan pernah menyelam dengan kedalaman 100meter di Selat Lembe (perairaan antara Bitung dan Pulau Lembe) menggunakan kompresor. Saat itu, Papa Hama bersama temannya menyelam untuk melepas jangkar kapal. Tetapi, kompresor yang digunakan pecah sebanyak dua kali dan selang yang digunakan putus. Malangnya, teman Papa Hama meninggal karena pembuluh darahnya pecah dan telinga keluar darah. Papa Hama sendiri mengalami dekompresi tetapi bisa diselamatkan karena diturunkan kembali pada kedalaman yang sama.

Selama bertahun-tahun menyelam, Papa Hama belum pernah masuk chamber, malah mendengar istilah chamber belum pernah. Kondisi fisik Papa Hama sendiri gendang telinga sudah pecah dan hidungnya pun begitu.

         Bajubi di Pulau Miangas memang sudah menjadi salah satu mata pencaharian dan orang-orang yang melakukan bajubi sangat ahli. Dibandingkan dengan penyelam teripang di Makassar yang sudah banyak kasus lumpuh akibat menyelam, sampai saat ini di Pulau Miangas belum ada ditemukan kasus lumpuh akibat bajubi.

Monday 19 August 2013

KULIAH 20 SKS (Cerita dari beranda terdepan sebelah utara Indonesia, Pulau Miangas, Sulawesi Utara)

       By: Mayang Sari Takdir (Mahasiswa Ilmu Kelautan 2009)

         Walaupun tujuan perjalanan kami adalah untuk KKN (kuliah kerja Nyata), namun bagi kami bukan sekedar menyelesaikan kuliah 6 sks tersebut tapi juga melihat kondisi pulau-pulau kecil di Sulawesi utara. Berangkat dari tujuan tersebut, kami dari tim10 (julukan bagi kami yang berangkat terlebih dahulu) diberangkatkan dari bandara Hasanuddin TNI AU menggunakan pesawat Hercules menuju bandara Sam Ratulangi di Manado kemudian dilanjutkan ke Bitung tepatnya di KODIM 712 menggunakan truk milik KODIM 712. Setelah menunggu peserta KKN 64 orang lainnya selama 3 hari di Bitung, kami menuju pulau tujuan yaitu pulau Miangas melalui pelabuhan Bitung menggunakan kapal perintis Meliku Nusa. Sebelum menginjakkan kaki di pulau Miangas, terlebih dahulu kami menginjakkan kaki di 6 pulau yaitu pulau Makalehi, Karakitan, Siau, Kawaluso, Tahuna dan Marore. Setelah menempuh perjalanan selama 3 hari 3 malam akhirnya kami tiba di pulau tujuan pada pukul 07.30 WITA. waktu itu cuaca sangat bersahabat, sehingga kolaborasi warna antara warna biru laut, pasir putih, langit biru, tanjung Wora bertebing coklat-hitam, gunung Kramat yang tinggi berwarna hijau dan jejeran pohon kelapa dibaris terdepan menambah keeksotisan panorama pulau Miangas.

         Pulau Miangas jauh terpisah
Dari kepulauan Indonesia
Satu pulau perbatasan

Itu sungguh…
Tanahku pujaanku
Walaupun sering-sering
Ditimpa bencana alam

Tinggilah harapan Setiap masa
Kepada Tuhan YME
Hidupku aman sentosa
         
          Itu adalah salah satu lagu daerah Miangas yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.Lagu tersebut menggambarkan Miangas sebagai pulau terdepan Indonesia sebelah utara yang berbatasan langsung dengan negara tetangga yaitu Filipina yang konon katanya dulu sering ditimpa bencana alam karena letak geografisnya yang merupakan pertemuan arus.Sedikit gambaran tentang Miangas, pulau yang sangat unik dari segi budaya, adat-istiadat dan alamnya.
          Bagi yang telah menginjakkan kaki di Miangas, adat-istiadat adalah hal yang mutlak dipatuhi bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa pandang bulu.Bagi yang pertama kali menginjakkan kaki di Miangas wajib untuk berkunjung ke gunung Kramat, disana terdapat benda peninggalan perang (meriam kecil 4 buah) yang digunakan oleh pahlawan Miangas dalam mempertahankan pulau tersebut.Dari atas gunung Kramat terlihat pemandangan yang sangat eksotis, serasa melihat pulau Miangas melalui satelit dengan perbesaran maksimum.Pulau Miangas yang nampak hijau karena pohon kelapa, cengkeh, pala dan pohon yang lainnya, laut yang biru serta tanjung Wora yang terletak tepat di ujung lengkungan pulau Miangas yang menambah keindahannya. Di Miangas terdapat tanaman pakan yang khas, orang sana menyebutnya Laluga (berupa talas namun besar) dan sagu tanah yang jika tidak diolah dengan baik akan terasa pahit dan menjadi racun. Pohon kelapa yang melimpah membuat warga Miangas tidak bergantung pada minyak produksi luar, pohon pandan berduri memberikan penghasilan tambahan bagi beberapa ibu-ibu rumah tangga yang kreatif mengubahnya menjadi tikar dan topi yang beragam warna yang bisa dijadikan cindera mata dari Miangas.Mayoritas pekerjaan warga Miangas adalah nelayan dengan alat tangkap yang masih sangat sederhana yaitu alat pancing dengan mata kail dalam bahasa Talaud disebut “Gumala”. Perahu yang biasa digunakan untuk melaut hanya dapat menampung maksimal 3 orang yang disebut “Pamboat”, meskipun alat yang digunakan masih sangat sederhana namun hasil tangkapan cukup untuk menghidupi keluarga selama beberapa hari tanpa harus merusak ekosistem laut dengan bom ataupun bius.Selain alat pancing tersebut, nelayan disana juga menggunakan alat penembak ikan yang disebut “Jubi” dan pekerjaan menembak ikan dengan alat tersebut disebut “Bajubi”.Walaupun alat sederhana, tapi tingkat eksploitasi hiu dikategorikan cukup tinggi yang hasilnya diekspor ke Filipina.
       Budaya warga Miangas memang unik, keunikan lainnya yaitu “Manami”.Manami adalah panen ikan dimana ikan-ikan tersebut di dalam jaring yang diletakkan di bawah permukaan air yang biasanya dipanen pada bulan Maret.Tujuan dari Manami sebagai stok persediaan ikan jika nelayan tidak melaut pada bulan agustus-desember karena kondisi cuaca yang melarang nelayan untuk melaut.Biasanya Manami dilaksanakan meriah karena telah menjadi pesta adat.
     Walaupun alat tangkap yang digunakan masih sangat sederhana, tapi kondisi ekosistem terumbu karangnya sangat memprihatinkan.Yang merusaknya bukan karena ledakan bom untuk memungut ikan, tapi merupakan saksi bisu perang perebutan pulau Miangas. Di sebelah tenggara tepatnya di dermaga, gelombang lautnya cukup kuat yang memaksa pemerintah setempat untuk melindungi pantai dengan tanggul (talud: bahasa Talaud)  agar tidak terjadi abrasi. Hutan mangrove disana selain terumbu karang juga tidak bisa lagi memecah gelombang karena letaknya yang terhalangi oleh bangunan rumah dan kantor serta jaraknya dari pantai cukup jauh. Jenisnya hanya dua yaitu Avicennia sp. dan Bruguierasp..walaupun kondisi ekosistemnya memprihatinkan, tetap indah di mata dan di hati. Rindu dengan sapaan:
“pagi papa, mama, oma, opa”
“siang papa, mama, oma, opa”
“malam papa, mama, oma, opa”
“sore papa, mama, oma, opa”
          Bagi pendatang akan merasakan rasa kekeluargaan yang sangat kental dan akan terbiasa dengan sapaan itu. “Brenti Jo Bagate” yang berarti “Berhenti Mabuk-mabukkan” yang terpampang jelas di baligho dekat puskesmas lama menjadi seruan bagi para pencinta “Cap Tikus”  jenis minuman yang memabukkan itu agar berhenti mengkonsumsinya.Masyarakat Miangas mayoritas beragama Kristen protestan dengan satu gereja besar dan satu gereja Pantekosta yang kecil. Agama Islam dibawa oleh para pendatang yang awalnya hanya bekerja sebagai pekerja dermaga dan menikah dengan wanita Miangas sehingga si istri muallaf dan menjadi muslim, hanya ada 4 kepala keluarga muslim dan satu mushallah di Pos Angkatan Laut (POSAL). Pulau perbatasan tersebut diawasi oleh para prajurit terlatih TNI, mulai dari Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL) dan Marinir.
          Di pulau laluga tersebut terdiri dari 12 suku yang dipimpin oleh pemuka adat yang disebut Mangkubumi I dan Mangkubumi II.Mangkubumi I diibaratkan seorang ayah dan Mangkubumi II diibaratkan seorang ibu meskipun sebenarnya Mangkubumi II adalah seorang laki-laki tapi fungsinya layaknya seorang ayah dan ibu yang mengurusi anak-anaknya. Pada hari Rabu/10/07/2013 bapak Mangkubumi II wafat yang artinya semua aktivitas outdoor seperti melaut, berkebun dan kegiatan yang lainnya harus divacumkan selama pemakaman belum selesai.Pemvacuman itu tidak hanya berlaku bagi pemuka adat ataupun pemuka agama yang meninggal, tapi siapapun yang meninggal seluruh aktivitas di luar dihentikan sesaat sebagai wujud menghargai keluarga yang berduka.Jika yang meninggal adalah pemuka adat atau pemuka agama, setelah ibadah di rumah duka dilanjutkan ibadah terakhir di gereja lalu peti mayat dibawa keliling kampung (diarak) agar warga yang tidak sempat mengikuti ibadah dapat mengucapkan selamat tinggal. Berbicara tentang “diarak”, ternyata bukan hanya pemuka adat yang jika meninggal diarak tapi juga bagi yang melanggar norma, baik itu norma agama, adat maupun norma susila. Jika seseorang tertangkap basah melanggar norma, misalnya mencuri maka akan dipukuli lalu diarak keliling kampung sambil menyebutkan kesalahan yang dilakukannya. Begitupun jika seseorang melanggar norma susila, misalnya hubungan gelap (Hugel) maka si pria akan dipukuli lalu keduanya diarak keliling kampung dan mengakui kesalahannya. Hukum adat di pulau Miangas memang masih sangat kental yang membuat masyarakatnya enggan untuk melanggar.
          Setelah kurang lebih sebulan berada di Miangas, tepat pada tanggal 23/07/2013 kami harus meninggalkan pulau miangas dengan menyisahkan banyak kenangan. Setelah meninggalkan pulau Miangas, kami harus melewati 5 pulau lagi yaitu pulau Karatung yang jaraknya dari Miangas 7 jam perjalanan, pulau Geme, Melong, Lirung dan kembali ke pulau Tahuna untuk transit menuju Manado menggunakan kapal Metro Teratai dengan lama perjalanan selama 10 jam. Setelah tiba di Manado, kami dijemput truk tentara milik Yonif 712 dan diantar ke Yonif 712 menginap semalam yang esok harinya ke Bitung untuk menuju Makassar menggunakan kapal Pelni Tilong Kabila. Perjalanan dari Bitung ke Makassar juga butuh 4 hari karena kami harus mengikuti rute pelni yaitu pelabuhan Gorontalo, Luwuk, Kolonedale, Kendari, Raha, Bau-bau dan barulah Port of Makassar pada tanggal 31 Juli 2013.
          Sebulan disana dengan program kerja yang padat, serasa tidak cukup untuk menikmati keindahan pulau Miangas secara utuh dan khusyuk. Tapi kami tidak pesimis, kami selalu berharap dapat kesana kembali, bersua dengan keluarga kecil kami lagi, dan berlayar kembali bersama-sama.
          Thank to Allah SWT karena telah memberikan kami kesehatan dan kesempatan untuk menikmati keindahan Miangas walaupun hanya sebulan, kepada UNHAS karena telah menyelenggarakan KKN di Miangas, juga kepada KODAM VII WIRABUANA atas bantuan dan kerjasamanya, terlebih lagi kapten dan ABK kapal Perintis Meliku Nusa, Metro Teratai dan kapal pelni Tilong Kabila yang tetap sabar mendengar keributan-keributan kecil kami.
Gunung Kramat

Tanjung Wora

Gunung Kramat

Tanjung Wora dari kejauhan

Hutan Mangrove di Miangas

Dermaga Miangas

pantai Racuna (Philipina terlihat jika langit cerah)

Patung Santiago

Surut terendah, menuju Tanjung Wora

salah satu karang batu yang telah menjadi batu karang

Pantai Merra

Merah Putih di Kramat

Merah Putih di Kramat

Miangas dipotret dari puncak Kramat


tanjung Wora



foto bersama Back Packer asal Bandung (Annisa:kiri dan Fiersa Besari:gondrong) dan mahasiswa UNSRAT(baju hijau) di patung Salib raksasa

Tanjung Wora

meninggalkan tanjung Wora

menuju gunung Kramat melewati tanggul (talud:bahasa Talaud)

Mercusuar di gunung Kramat

lapang Volley dekat pantai racuna

tanjung Wora, mengelilingi pulau miangas menggunakan speed boat TNI-AD bersama bapak DANRAMIL

Sunset Marampit

kapal yang mengantar kami dari pulau Tahuna menuju Manado, dengan lama perjalanan 10 jam

kantor pemerintahan Philipina