Tahukah kalian tentang sederet bangunan yang berisi beragam fasilitas pembelajaran. Di sana ada refleksi tentang dunia yang sesungguhnya. Ada rakyat, penguasa, aparat hingga penjahat. Itu lah kampus, ada juga yang menganalogikannya sebagai miniatur Negara.
Menjadi tujuan dari beribu-ribu
pemuda/i dari penjuru negeri. Sebagai kebanggaan sebagian orang tua di desa
maupun kota. Begitu bangganya kalian ketika mengatakan akan ke sana terhadap
mereka yang bukan mahasiswa. Tiap pagi sang petugas menyiapkan semuanya, dari
membuka pintu, mengepel lantai sampai mengalirkan air. Beberapa saat kemudian
datanglah kalian dengan berbagai aroma parfum. Tak terhitung pula berapa merk
sepatu berbeda yang kalian kenakan. Masuk kelas, duduk dan sesekali
mengutarakan pendapat akan materi yang disajikan oleh dosen. Walau inti dari
semua acting kalian di dalam kelas hanyalah paraf absen. Sudahlah kawan, kita
sama-sama tak perlu munafik, karena 80% kehadiran menjadi kebutuhan primer
dalam kasus ini. Mengapa harus demikian,padahal kalian bukan lagi anak sekolah
dasar yang mesti mendapat penjagaan dalam proses pembelajaran. Seakan-akan
kalian adalah pembohong kelas kakap.
Saat jeda tiba, kantin(mace) jadi
tujuan. Ada pun yang ke perpustakaan ketika ada tugas kajian tentang skripsi.
Sambil makan/minum, sesekali terlontar guyonan tak berkelas dari mulut kalian
yang notabene akan menyandang gelar sarjana. Jam demi jam berlalu, begitupun
dengan pembodohan yang tak jauh dari tempat duduk nyaman kalian. Apakah di
tengah permainan domino maupun asiknya BBMan, kalian masih peduli dengan si anu
yang dipersulit pengurusan akademiknya, si itu yang dicabut beasiswanya atau
pun si dia yang diskorsing. Mengapa
kalian tak pernah belajar untuk peduli. Jika kalian tak mampu belajar tentang
kehidupan di kampus ini, maka pulanglah ke rumah. Karena ibu dan ayah adalah
guru besar tentang kehidupan. Ingat kata Einsten, dunia ini begitu berbahaya,
bukan karena orang-orangnya jahat tapi tidak peduli.
Tiap langkah kali ini adalah
benih yang akan dipanen di kemudian hari. Kalau sebagian menilai mereka yang
peduli sebagai gila urusan, biarkan saja. Itulah benih yang mereka tebar saat
ini. Karena membiarkan pembodohan itu leboh bodoh dari pada bodoh.
Iccankla 09
0 comments :
Post a Comment