Indonesia memiliki wilayah
sebagian besarnya adalah laut, dan tidak bisa dipungkiri kekayaan laut
Indonesia pastilah besar. Luas laut Indonesia yang mencapai 5,8 juta km2,
terdiri dari 0,3 juta km2 perairan teritorial, 2,8 juta km2 perairan pedalaman
dan kepulauan, 2,7 juta km2 Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE), serta terdiri lebih
dari 17.500 pulau, menyimpan kekayaan yang luar biasa. Jika dikelola dengan
baik, potensi kelautan Indonesia diperkirakan dapat memberikan penghasilan
lebih dari 100 miliar dolar AS per tahun. Namun yang dikembangkan kurang dari
10 persen. Dengan laut yang sangat luas itu, potensi ekonomi laut Indonesia
diperkirakan mencapai 1,2 triliun dollar AS per tahun, atau dapat dikatakan
setara dengan 10 kali Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012. Oleh
karena itu, apabila seluruh potensi kelautan ini dikelola dengan baik maka
diperkirakan 85% perekonomian nasional bakal sangat bergantung pada sumber daya
kelautan.
Hanya
saja besar potensi tersebut belum berbanding lurus dengan kenyataan kehidupan
masyarakat nelayan di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statisti (BPS) sekitar 30,02 juta penduduk berada dalam kondisi miskin dan
tercatat jumlah nelayan miskin mencapai 7,87 juta orang atau 25,14 persen dari
jumlah penduduk miskin nasional, dan mayoritas adalah nelayan tradisional.
Gaung Hari Nelayan setiap 6 April masih terdengar senyap, sesunyi
perhatian negara terhadap nasib kaum nelayan. Sekian kalinya Hari Nelayan
Nasional diperingati setiap tahun, selama itu pula nasib nelayan tak beranjak
membaik. Masalah yang dihadapi nelayan saat ini karena masih sangat kurangnya
perhatian dari pengambil kebijakan (pemerintah). Permasalahan klasik
masih saja terus terjadi di kalangan nelayan seperti kebijakan impor ikan,
belum meratanya BBM bersubsidi untuk nelayan, pendidikan yang layak, kesehatan
yang layak dan regulasi kebijakan (Undang-undang) yang selalu merugikan nelayan.
Di tengah kesulitan
nelayan mencari ikan, arus ikan impor deras mengalir seolah menjadi jalan
pintas bagi pemenuhan kebutuhan ikan dalam negeri. Kebijkan ini sangat
bertentangan dengan kenyataan sumber daya alam laut Indonesia yang sangat
melimpah. Dalam dua-tiga tahun terakhir, arus impor ikan terus meningkat melalu
pengusaha-pengusaha besar. “Pemerintah, khususnya Menteri Kelautan dan
Perikanan tidak berpihak pada nelayan. Sudah jelas impor ikan sama saja
membunuh nelayan tradisional. Seharusnya KKP bukannya mengeluarkan kebijakan
impor ikan, tapi bagaimana meningkatkan kuantitas hasil tangkapan ikan nelayan
sendiri,”
nelayan harus
diimbangi dengan langkah penguatan dan pemberdayaan nelayan kecil yang
mendominasi negeri bahari ini seperti pendidikan dan kesehatan gratis yang
layak untuk keluarga nelayan sebagai cikal bakal untuk peningkatan sumber daya
manusia yang berkualitas, karena seperti yang kita ketahui kondisi pendidikan
dan kesehatan di daerah pesisir terutama pulau-pulau kecil sangatlah
memprihatinkan. Masalah lain yakni masih lemahnya pertahanan dan ketahanan di
perbatasan laut kita karena masih banyaknya pencuri ikan masuk ke Indonesia.
Untuk itu kami menuntut
kepada pemerintah sebagai pengambil kebijakan untuk segera mensejahterakan nelayan dengan :
· Subsidi BBM yang merata untuk nelayan
· pendidikan dan kesehatan gratis yang
layak
· Mencabut kebijakan impor ikan
· Memperkuat pertahanan di perbatasan
laut Indonesia